Rabu, 22 Juni 2011

cerpen diri sendiri


CERPEN  DIRI SENDIRI

“KECELAKAAN BERBUAH MANIS”
                                                                                                                        Karya: Kholilah X.3
            Di sebuah desa yang hijau, dekat kaki gunung Ciremai yang tentunya dengan udara yang sangat sejuk dan mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Di desa Babakan Mulya itulah aku tinggal. Aku tinggal bersama ibu (kandung) , ayah (tiri) yang sudah ku anggap sebagai ayah kandungku sendiri, adik laki-laki dan adik perempuanku.
            Aku tinggal di sebuah rumah yang sederhana dengan jendela-jendela kayu jati dan dihiasi dengan tralis besi. Rumahku tidak bermodis karena rumah ini merupakan rumah yang baru kami beli sepuluh tahun lalu. Tapi, walau bagaimanapun ini adalah rumahku. Ibarat pepatah “rumahku istanaku”, tempat dimana aku dan keluargaku menghabiskan waktu bersama-sama. Di rumah ini juga aku memiliki pengalaman yang mengesankan dan bersejarah dalam hidupku.
            Kejadian ini bermula empat tahun lalu tepatnya tahun 2006. Ketika aku masih sekolah di SMPN 1 Jalaksana. Aku mendapatkan suatu pengalaman yang sangat berharga yang menyebabkan aku menunda sekolah selama 1 tahun. Ketika itu saat bulan Ramadhan, seperti biasa dini hari aku dan keluargaku sahur bersama. Tapi entah mengapa ada yang berbeda dengan sahur kali ini. Aku tidak merasa bersemangat sama sekali untuk makan sahur.
Tetapi ibuku berkata “Ilah, cepetan makan! kamu pengen sakit ya? Kalau kamu sakit mamah juga yang repot.
Setelah mamah berkata begitu aku langsung makan karena aku tidak mau merepotkan mamahku, walaupun aku hanya makan sedikit sekali.
            Pagi harinya seperti biasa aku berangkat sekolah bersama dengan tiga orang temanku. Dan seperti biasa juga aku berpamitan kepada kedua orang tuaku.
Dan entah mengapa mamahku berkata “Ilah, hati-hati ya!
Aku terkejut, karena tidak seperti biasanya mamahku berkata seperti itu.
            Aku dan teman-teman memang terbiasa berjalan kaki ke sekolah yang jaraknya lebih kurang 1.5 km. Kami terbiasa menyusuri jalan setapak di sawah-sawah. Tapi untuk kali ini kami berniat untuk lewat jalan raya. Dan ketika sampai di Jalan Raya Jalaksana, yang sekarang di pinggir jalan itu dijadikan Surya Toserba. Tiba saatnya kami untuk menyebrang. Saat itu memang kendaraan sedang lumayan padat, sampai-sampai kamipun merasa kesulitan untuk menyebrang.
            Pikiranku entah kemana, aku tersenyum-senyum sendiri, mungkin orang-orang yang melihat bisa saja mengiraku gila. Tanpa kusadari, setelah melihat kanan kiri, teman-temanku sudah tidak ada dan ternyata mereka sudah menyebrang. Akupun tak ingin berlama-lama, saat kendaraan sudah mulai berkurang aku pun menyebrang jalan. Dan ternyata dari sebelah utara  jalan, ada sebuah elf yang melaju cukup kencang. Aku ketakutan melihatnya , tanpa pikir panjang dan tanpa melihat kanan kiri pula akupun kembali mundur dan “bruk…”. Setelah itu aku tak sadarkan diri dalam sekejap.
            Ketika aku sadar hal yang mengejutkan terjadi. 
Dalam hatiku “kenapa aku tidur di jalan, apakah ini hanya mimpi? tapi tadi aku makan sahur dan berangkat sekolah. Lalu kenapa orang-orang terdiam? Tak ada satu pun yang bergerak.”
Setelah aku melihat ke sekeliling dan melihat keadaan tubuhku, aku langsung menjerit, “mamaaah mamaaah…
 aku melihat kakiku tepat sekali di depan ban mobil sebuah angkot.
Aku pun langsung berteriak kembali, “munduuuuur munduuur..!
tapi entah mengapa sopir angkot tersebut hanya diam membatu. Begitu pun dengan orang-orang di sekitarku.
            Setelah beberapa kali aku berteriak, barulah ada seorang tukang ojek yang lari menghampiriku dan langsung berteriak sambil mengetuk kaca jendela angkot tersebut.
“cepet mundur-mundur!”
dan sopir itu pun sadar seperti telah terbangun dari lamunan panjangnya.
Aku langsung di gendong oleh tukang ojek tersebut dan di bawa ke dalam mobil angkot tersebut.
Tukang ojek itu pun bertanya “siapa namamu? dan siapa orang tuamu?”
Aku pun langsung menjawabnya dan kebetulan dia mengenal orang tuaku. Tukang ojek tersebut langsung menyusuli mamahku, sedangkan aku dibawa ke tukang urut terdekat oleh sopir angkot.
            Setelah sampai disana luka-luka di kaki ku dibersihkan, diobati dan dipijit. Sakit sekali rasanya. Sekitar sepuluh menit kemudian, datanglah mamahku bersama tukang ojek tersebut. Kemudian mamahku langsung memeluk dan menciumku. Mamahku pun menangis.
Setelah selesai di pijit, mamahku langsung menanyakan keadaanku kepada tukang pijat itu “bagaimana keadaannya pak tidak apa-apa kan?”
mamahku terlihat sangat khawatir ketika melihat keadaan sepatuku yang terbelah menjadi dua seperti ikan yang hendak di bakar.
Kemudian tukang pijit itu pun berkata “tidak apa-apa, hanya 3 jari ini agak kaku”. Mamahku terlihat agak tenang.
            Setelah selesai aku pun pulang dan diantar oleh angkot yang menabrakku. Sesampainya dirumah, aku pun langsung disuruh untuk berbuka puasa. Sekitar 5 menit kemudian, para tetangga berdatangan melihat apa yang terjadi padaku.
            Hari tambah siang dan entah kenapa kakiku semakin membengkak. Dan sore harinya aku langsung dibawa ke dokter, dengan diantar oleh ayah, mamah dan supir angkot yang menabrakku. Dan setelah diperiksa oleh dokter, dokter menyarankan untuk melakukan rontgen karena khawatir ada luka dalam. Dan maghrib begini hanya di Rumah Sakit Juanda yang masih buka. Tanpa menunggu lama kami pun langsung berangkat menuju rumah sakit tersebut.
            Sekitar 30 menit perjalanan, akhirnya kami pun sampai di tempat tujuan. Dan aku langsung didudukkan di kursi roda dan dibawa ke ruang pemeriksaan. Pemeriksaan berlangsung sekitar 15 menit, dan hasilnya keluar sekitar 30 menit kemudian.
            Setelah menunggu 30 menit, akhirnya mamahku dipanggil oleh petugas rumah sakit. Dan aku bersama ayahku menunggu didalam mobil angkot. Sekitar 15 menit keluarlah mamahku bersama sang sopir dan langsung memberitahukan hasil rontgennya. Dan ternyata hasil rontgen menunjukkan bahwa tulang kaki kananku mengalami retak. Dan solusi penyembuhannya yaitu apabila ingin ke rumah sakit berarti harus di operasi dan biaya lumayan mahal, sedangkan kalau mau yang tradisional harus ke tempat yang benar-benar profesional menangani hal ini dan harganya pun lumayan murah.
            Kami sekeluarga berunding, untuk mengetahui lebih tepatnya dibawa kemana. Setelah berunding, akhirnya kamipun memutuskan  untuk berobat secara tradisional dan lebih murah yaitu ke Cisepet, kec.Kawali Majalengka.
            Besok paginya aku dan keluargaku berangkat ke Cisepet dengan membawa peralatan dan bekal seadanya.
            2,5 jam perjalanan cukup membuatku lelah selama diperjalanan. Sampai ke Cisepet, entah kenapa hatiku berdebar sangat kencang, mungkin aku membayangkan betapa sakit saat dipijitnya. Beberapa menit kemudian datanglah seorang lelaki membawa perban, betadine, dan obat-obatan lainnya menghampiriku. Ternyata itu adalah orang yang akan memijatku. Hatiku tambah gak karuan, dan saat dipegang kakinya saja aku sudah merasa kesakitan, apalagi nanti saat dipijat? Dan ternyata feelingku gak meleset. Pada saat saya dipijat, aku menjerit-jerit kesakitan.
            Setelah entah berapa lama aku di pijat, mamahku langsung menanyakan apakah bisa langsung pulang? Dan ternyata jawabannya sangat jauh dari pikiran kami. Aku harus dirawat minimal 1 minggu di Cisepet. Kami semua bingung, karena kami tidak membawa perlengkapan banyak, selimut pun kami tidak membawa.
            Tidak disangka aku dan mamahku melewati bulan ramadhan di tempat orang-orang sakit dan mengerang kesakitan. Ya, setiap malam orang-orang dan anak-anak kecil sering mengerang kesakitan.
            Seminggu sudah berlalu dan ternyata kakiku belum sembuh juga, akhirnya tukang pijat itu memutuskan bahwa aku harus dirawat selama 5 hari lagi. Dengan menu makan hanya diperbolehkan tahu, tempe, dan abon saja. Dan buah-buahan hanya diperbolehkan pisang palembang, apel dan jeruk saja.
            Dua belas hari berlalu, aku pulang sehari sebelum menjelang Idul Fitri. Itupun dengan catatan harus control 2 minggu sekali.
            Lebaran Idul Fitri saat itu aku merasa sangat berbeda, karena hari lebaran biasanya aku berkunjung ke rumah nenek dan untuk lebaran kali ini justru kebanyakan orang-orang yang menghampiriku. Kebanyakan keluarga besarku menangis dengan keadaanku saat itu.
            Dua minggu berlalu dan tibalah aku untuk control kembali. Selama 2 bulan aku rutin control sebanyak 4 kali. Menginjak bulan ketiga aku sudah mulai belajar jalan dengan menggunakan ring yang bentuknya sama persis seperti rak handuk. Dan 2 bulan kemudian, aku dapat berjalan normal. Walaupun besar betisku belum normal, yang kanan kecil  sedangkan yang kiri normal.
            Selama 5 bulan itu aku belajar berjalan, dan selama 5 bulan itu pula aku tidak sekolah. Padahal guru BP/BK dari SMPN 1 Jalaksana sudah bolak-balik ke rumahku untuk membujukku melanjutkan sekolah. Tapi aku menolaknya dan aku memutuskan untuk mengulang kembali sekolah di sekolah yang lebih dekat yaitu SMPN 2 Jalaksana.
            Pengalaman ini benar-benar membuatku trauma dalam menyebrang, apalagi kalau menyebrang di tempat kejadian perkara (TKP). Dan akibat kejadian itu aku tidak diperbolehkan untuk belajar motor. Padahal aku sangat ingin sekali untuk bisa mengendarai sepeda motor.
Tetapi dari kejadian ini juga aku mendapat banyak pelajaran berharga. Kejadian tersebut lebih membuatku untuk berhati-hati dalam melakukan sesuatu. Dan aku pun sangat merasakan kasih sayang yang begitu besar dari mamah dan keluarga besarku.
Dan dari kejadian ini juga aku bisa mempunyai guru-guru dan sahabat-sahabat di SMPN 2 Jalaksana yang sangat baik dan care kepadaku. Dan sampai saat inipun mereka masih care kepadaku. Aku sayang dan rindu mereka. Dan aku juga sangat sayang kepada ayah, ibu dan semua keluargaku. Aku berjanji akan menjadi orang yang bisa membanggakan mereka, insyaallah dunia dan akhirat.
               
               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar