Rabu, 22 Juni 2011

cerpen pengalaman orang lain


CERPEN PENGALAMAN ORANG LAIN
“SENGSARA AKIBAT MALAS
                                                                                                                                                                Karya: Kholilah X.3
                Setianegara kecamatan Cilimus di sanalah Toni berasal. Dia tinggal bersama nenek dan kakeknya, karena orang tuanya tinggal di Bandung. Dia bukanlah seorang yang kaya apalagi untuk menjadi seorang sarjana. Dia hanyalah seorang tamatan SMP,  tuturnya dia enggan  melanjutkan sekolah karena dia malas untuk belajar. Berbeda sekali dengan sepupunya  Nana, yang ingin sekali melanjutkan sekolah, walaupun akhirnya dia juga tidak melanjutkan sekolah ke jenjang SMA.
                Dari kecil Toni berwatak keras dan juga egois. Dalam berbagai hal, dia selalu ingin menjadi nomor satu. Baik dalam uang jajan, kasih sayang, dan sebagainya. Dia pernah menjalin kasih dengan perempuan bernama Sari, tetapi kekasihnya itu selingkuh dengan lelaki lain, bahkan sekarang  mereka sudah menikah. Mengetahui itu dia sangat kecewa, hingga akhirnya sifat dia yang keras sekarang ini tambah menjadi-jadi. Dia sering mabuk-mabukan, beberapa hari tidak pulang ke rumah, dan lain sebagainya. Tapi untungnya, suatu hari ada orang yang menawarkan  dia dan sepupupunya untuk bekerja di Jakarta. Hingga akhirnya merekapun memutuskan untuk menerima tawaran  tersebut dan pergi ke Jakarta.
                Di Jakarta mereka bekerja di sebuah sorum mobil yang cukup besar. Mereka memang tidak mempunyai keahlian dalam bidang tersebut, tetapi lama kelamaan merekapun ahli dalam bidang otomotif tersebut. Toni bekerja dengan  cukup baik meskipun kadang-kadang dia sering sekali bermalas-malasan apabila bosnya menyuruh sesuatu. Berbeda sekali dengan Nana, Nana  bekerja lebih baik dan sangat rajin, oleh sebab itu dia sering mendapat uang seseran.
                Toni adalah orang yang banyak sekali keinginan, tapi dia tidak ingin bekerja keras. Mungkin bisa dibilang dia itu hanya menunggu keajaiban datang. Sedangkan Nana orangnya sangat ulet, tekun dan sangat penurut. Hingga lama-kelamaan Toni merasa iri terhadap Nana. Toni beranggapan bahwa bosnya itu pilih kasih. Padahal sebenarnya bosnya itu sangat mengerti dengan sifat dan sikapnya Toni, sehingga bosnya sudah bosan untuk memerintah si Toni.
                Tiga tahun kemudian, sikapnya agak aneh. Pernah suatu hari dia meneleponku, sekitar pukul 22.30. Nada dering dari group band Vierra berbunyi dari ponselku. Setelah ku lihat ponsel, ternyata  dari Toni. Aku sangat kaget, karena takut terjadi sesuatu. Biasanya orang yang menelepon saat tengah malam itu ada sesuatu yang penting. Dengan hati was-was akupun mengangkat telepon itu.
Dan “hallo, assalamualaikum?” sahutku.
hallo, walaikumsalam.. lagi apa Lah?” tanyanya.
lagi di kamar aja. Kalo Toni lagi apa?” tanyaku.
oh…  Aku lagi makan nih di  Restoran padang. Mau nggak?”
oh.. nggak makasih. O iya, ada apa malam-malam gini nelpon?” tanyaku heran.
“nggak papa.. o ya, aku punya tebak-tebakkan nih mau nggak?”
oh… boleh-boleh aja.” Jawabku.
                Sekitar 15 menit aku teleponan dengan Toni dengan tema yang sangat tidak penting yaitu “teka-teki.”
                Setelah aku callingan dengan Toni, dua minggu kemudian aku mendapat kabar dari sepupunya bahwa Toni sedang sakit. Sakitnya lumayan parah. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk pulang kampung, supaya ada yang  merawat dan menjaganya. Sampai di kampung aku melihat kondisi badan dia yang sangat memprihatinkan. Badannya sangat kurus dan mukanya pucat pasi.
                Tiga hari dia di rumah nenek  dan kakeknya sifatnya aneh, dia lebih tertutup. Beberapa hari kemudian, kelakuannya tambah parah. Dia sering sekali berbicara yang sangat menyakitkan hati orang yang mengajaknya bicara. Entah kenapa dia menjadi seperti itu. Keluarganya sangat khawatir melihat keadaannya itu.
                Beberapa minggu di kampung, tingkat keparahannya meningkat. Dia sering merusak peralatan rumah tangga dan barang-barang elektronik. Nenek dan kakeknya sangat bingung harus melakukan apa. Lalu, nenek dan kakeknya memberi tahu kabar tersebut kepada orangtuanya yang berada di Bandung.
                Suatu hari terjadi adu mulut Toni dengan neneknya. Dan pagi harinya, ketika neneknya akan membangunkan Toni, neneknya itu memergoki dia akan meminum racun serangga. Untungnya neneknya berhasil mencegahnya, tetapi ada sedikit racun yang sudah tertelan. Hingga akhirnya Toni dilarikan ke rumah sakit. 
                Semua keluarga besar berkumpul untuk merundingkan kesehatan Toni, dan akhirnya mereka memutuskan untuk membawanya ke suatu pesantren di Jawa Tengah.
                Keluarga  Toni merasa sedikit tenang, karena Toni sudah ditempatkan ditempat yang seharusnya. Dua minggu kemudian, nenek dan kakeknya ingin mengetahui keadaan Toni, merekapun pergi ke pesantren itu. Setelah sampai disana mereka tidak diperbolehkan untuk bertemu langsung dengan Toni. Pengurus pesantren berkata bahwa selama tiga bulan Toni tidak boleh bertemu dengan keluarganya. Mendengar itu tentu saja mereka sangat kecewa.
                Setelah tiga bulan berlalu, Toni kembali ke rumah nenek dan kakeknya. Tapi tidak ada perubahan sedikitpun, hanya fisiknya yang berubah. Badannya penuh dengan korengan. Toni pernah berkata bahwa dirinya dikurung di sebuah kamar yang pengap, makan setiap harinya hanya dengan telur saja, dan sulit sekali mendapatkan air bersih terutama untuk minum dan mandi. Pakaian pun hanya diberikan seadanya. Padahal sewaktu nenek dan kakeknya pergi menjenguknya, mereka menitipkan pakaian kepada pengurus pesantren tersebut. Tetapi ternyata pakaian tersebut tidak diberikan kepada Toni.
                Beberapa minggu setelah pulang dari pesantren, akhirnya dia kembali bekerja di Jakarta. Tetapi tak lama kemudian sakitnya kambuh kembali. Diapun akhirnya dikembalikan lagi ke kampungnya. Di kampung kelakuannya semakin parah. Pikirannya semakin aneh. Dia merasa kalau dia itu sudah menikah di Bandung  dan sudah punya seorang anak. Padahal sebenarnya punya pacarpun tidak. Nenek dan kakeknya Toni  tidak bisa melakukan apa-apa, karena apabila menasihatinya justru masalahnya akan semakin rumit.
                Besok paginya Toni berangkat ke Bandung untuk mencari istri dan anaknya. Tapi sebelumnya dia akan menemui orang tuanya yang berada di Bandung juga.
                Setelah dua hari dirinya berada di Bandung dan tidak mendapatkan apapun, akhirnya dia pulang kembali ke rumah kakek dan neneknya. Seperti biasa, kelakuan dan sikapnya tambah aneh. Dia sering sekali menyentak keluarganya, terutama neneknya.
                Pada suatu hari jam 2 dini hari, neneknya mendengar ada seseorang di dapur. Dan ketika dilihat ternyata ada si Toni yang sedang memegang obat hama tanaman. Neneknya langsung merampas dari tangan si Toni, karena takut terjadi sesuatu. Akibatnya terjadi perseturuan antara nenek dan cucu. Tapi sayangnya sewaktu neneknya akan merampas obat hama/racun tersebut, obat itu malah tumpah mengenai pakaian neneknya. Yang akhirnya obat hama tersebut berceceran di lantai dan menyebabkan sekeluarga muntah-muntah karena tidak tahan dengan bau dari obat hama yang menyengat tersebut. Karena neneknya tidak berhenti muntah-muntah, neneknya langsung dibawa ke rumah sakit.
                Setelah menggagalkan aksi bunuh diri yang dilakukan Toni untuk kedua kalinya, akhirnya  nenek dan keluarga lainnya untuk sementara mengungsi ke rumah saudaranya. Karena rumah dan seisinya tercium bau menyengat akibat dari tumpahan obat hama tersebut. Sedangkan si Toni ditemani oleh orang tuanya yang sengaja datang karena diberi kabar  oleh keluarganya.
                Sementara nenek dan keluarga yang lainnya menginap dirumah saudaranya. orang tua dan saudara-saudara yang lainnya bermusyawarah untuk menentukan kelanjutan hidup dari si Toni. Setelah berjam-jam berdebat, akhirnya mendapat jalan tengah juga. Mereka akan mengirimkan Toni ke pesantren yang benar-benar bagus dan tentunya bukan pesantren yang pertama kali dikunjungi. Dan untuk kali ini tanpa paksaan sedikitpun. Lain dengan yang pertama, yang penuh dengan paksaan dan kebohongan.
                Besok paginya Toni langsung dibawa ke pesantren dengan diantar oleh orangtuanya. Dan sampai sekarang dia masih di pesantren tersebut. Harapan keluarga, Toni bisa pulang dengan sehat dan normal lagi seperti dahulu.
                Sampai detik ini aku dan keluarga Toni belum tahu apa penyebab pasti dari sakitnya Toni. Tapi keluarganya banyak berpendapat bahwa itu karena terlalu banyak keinginan, yang tidak disertai dengan usah dan kerja keras. Seperti kata pepatah “menunggu hujan uang dari langit.” Tentu saja itu sesuatu yang mustahil.
Apabila kita ingin bahagia maka kita harus mau berusaha.

5 komentar: